Antara aku dan Sana
Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak kuat makanan pedas pedas itu ikan Gurami bakar kesukaanku tapi dengan sambal pesanan Sana yang luarbiasa pedasnya. Sana makan sambil merunduk melihat ke buku komik manga yang selalu dia bawa dan tiba tiba mendekatkan wajah kewajahku yang juga sedang menunduk sambil menyendok makanan ke mulut.
"Di kamu menangis...hi hi hi.." godanya "Apakah gerangan yang kamu sedihkan? Teringat si Dia yang jauh dimatakah?"
"Hhh, Aku tidak menangis, aku sedang makan sambal pesananmu yang luarbiasa kayak apa ini" kelitku.
"Tapi kulihat airmatamu...ciee" godanya terus.
"Tapi aku tidak bersedih, ini gara gara kamu!" kataku dengan suara meninggi.
"Lho kok gara gara aku?" matanya seperti manyala lagi.
"Sumpah, Sana, aku gak pernah menangis, ini keluar arimata karena cabe jahanam pedasnya" kataku sambil minum air putih.
Sana tertawa lepas suaranya seperti terurai di udara dan turun ke lembah terbawa angin. Dia mengambil tisu dan menyerahkannya kepadaku. Wajahku mulai berkeringat.
"Kamu ini lucu. Kalau gak kuat makan cabe, ngomong dong" katanya.
Aku tertawa: "Gengsi aku" kataku. Sana tertawa lagi.
"Namun yang penting aku tidak menangis" sambungku.
Sana menangguk.
"Kadang kadang tidak mengapa menangis" katanya sambil meraih kentang goreng di piringku. Aku hanya mengangguk tidak mengerti arah tujuan pembicaraannya.
"Aku sering kok menangis" katanya pula.
"Karena dibohongi, waktu itu aku masih kelas 3 SMP, setelah tamat SMA baru aku mengerti bagaimana sifat kebanyakan cowok atau lelaki" katanya.
"oh" aku mengangguk mengerti.
"Aku tidak pacaran waktu sma, apalagi smp" kataku.
"oh ya?"
"ya, kamu tahu aku tinggal didesa" kilahku.
"walau tinggal di desa kamu pasti bajingan" cibirnya.
"sok tau" balasku mencibir juga.
****
Desember 2000 itu gerimis setelah mengantar Sana ke Flamingo Store Jodoh aku langsung pergi ke tempat kerja. Jalan kaki hanya membutuhkan waktu 15 menit, masih ada waktu membuka ransel dan mengganti pakaian diruang belakang. Para pekerja sudah berkumpul, ada juga yang berteriak menyapaku.
Setelah sedikit briefing tentang bagian mana yang didahulukan aku ditemui Afu. Dia minta agar aku membantunya dilantai 5 gedung yang sedang kami kerjakan untuk memasang keramik.
Aku naik keatas dan melihat pemandangan dari lantai lima gedung yang berdiri diketinggian diatas bukit. Hampir seluruh daratan Batam terlihat dari sini. Gerimis membuat daratan yang masih hijau seperti nampak kelabu.
(bersambung)
"Namun yang penting aku tidak menangis" sambungku.
Sana menangguk.
"Kadang kadang tidak mengapa menangis" katanya sambil meraih kentang goreng di piringku. Aku hanya mengangguk tidak mengerti arah tujuan pembicaraannya.
"Aku sering kok menangis" katanya pula.
"Karena dibohongi, waktu itu aku masih kelas 3 SMP, setelah tamat SMA baru aku mengerti bagaimana sifat kebanyakan cowok atau lelaki" katanya.
"oh" aku mengangguk mengerti.
"Aku tidak pacaran waktu sma, apalagi smp" kataku.
"oh ya?"
"ya, kamu tahu aku tinggal didesa" kilahku.
"walau tinggal di desa kamu pasti bajingan" cibirnya.
"sok tau" balasku mencibir juga.
****
Desember 2000 itu gerimis setelah mengantar Sana ke Flamingo Store Jodoh aku langsung pergi ke tempat kerja. Jalan kaki hanya membutuhkan waktu 15 menit, masih ada waktu membuka ransel dan mengganti pakaian diruang belakang. Para pekerja sudah berkumpul, ada juga yang berteriak menyapaku.
Setelah sedikit briefing tentang bagian mana yang didahulukan aku ditemui Afu. Dia minta agar aku membantunya dilantai 5 gedung yang sedang kami kerjakan untuk memasang keramik.
Aku naik keatas dan melihat pemandangan dari lantai lima gedung yang berdiri diketinggian diatas bukit. Hampir seluruh daratan Batam terlihat dari sini. Gerimis membuat daratan yang masih hijau seperti nampak kelabu.
(bersambung)